PEMBEBASAN LAHAN KAWASAN WISATA MANDALIKA BELUM TUNTAS

id

     Mataram, (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah, dituntut untuk menuntaskan pembebasan lahan investasi di kawasan wisata Mandalika yang terletak di Pulau Lombok bagian selatan.
     "Sampai sekarang masih ada lahan di kawasan Mandalika yang belum dibebaskan dari kepemilikan individual masyarakat setempat, sehingga hal itu harus ditindaklanjuti," kata Sekretaris Daerah (Sekda) Nusa Tenggara Barat (NTB). H. Abdul Malik, usai memimpin rapat koordinasi terkait rencana investasi di kawasan wisata Mandalika, di Mataram, Jumat.
     Hadir dalam rapat koordinasi itu pejabat Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah dan pimpinan PT Bali Tourism Development Coorporation (BTDC).
     Malik mengatakan, lahan investasi di kawasan Mandalika itu seluas 1.250 hektare yang secara administrasi berada dalam wilayah Desa Kuta, Lombok Tengah, dan semula dikuasai oleh Lombok Tourism Development Corporation (LTDC) yang kemudian dikuasai PT (Persero) Perusahaan Pengelola Aset (PPA) karena LTDC bangkrut.
     Kini, lahan yang sangat potensial untuk pengembangan kawasan wisata terpadu itu diserahkan kepada manajemen PT BTDC dan akan dipergunakan untuk investasi bidang pariwisata.
     Namun, dari luas lahan yang tersedia masih ada 75 hektare yang bermasalah atau belum dibebaskan sehingga Hak Guna Bangunan (HGB) pun belum diterbitkan, sehingga lahan yang sudah didukung HGU sebanyak 1.175 hektare.  
     Dari 75 hektare yang harus dibebaskan itu, areal seluas 59 hektare diantaranya belum ditebus dari pemiliknya, sementara 16 hektare lainnya sempat disengketakan pemerintah daerah dan kini sedang dalam proses di tingkat Mahkamah Agung.
     Bahkan, didalam 1.175 hektare yang telah didukung HGB juga mencuat masalah, sekitar 130 hektare diklaim pihak tertentu dan sekitar 300 hektare 'diserobot' oleh penduduk.
     "Pembebasan lahan investasi di kawasan Mandalika itu belum tuntas sehingga pihak BTDC dan Pemkab Lombok Tengah berjanji akan menuntaskannya sebelum investor pengganti Emaar datang," ujar Malik.  
     Semula kawasan wisata Mandalika itu hendak digarap oleh perusahaan Dubai, Emaar Properties LLC, yang kemudian dikabarkan batal berinvestasi di bidang pariwisata terpadu karena terkena dampak krisis finansial global di penghujung tahun 2008.
     Pemerintah Indonesia yang diwakili PT BTDC dan Pemerintah Dubai yang diwakili Emaar Properties LLC telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) pengembangan kawasan wisata terpadu di Pulau Lombok, pada 19 Maret 2008.
     Semula, Emaar Properties berencana menginvestasikan Rp21 triliun dalam kurun waktu 15 tahun pada tiga periode, setiap periode lima tahun dengan nilai investasi tujuh triliun rupiah.
     Karena Emaar batal, maka Pemerintah Indonesia melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) kemudian mencari dan menyeleksi calon investor pengganti yang sudah dilakukan sejak Pebruari lalu, dan "ground breaking" pengembangan kawasan pariwisata tersebut direncanakan dalam tahun ini.
     Namun, BKPM belum memutuskan investor mana yang berhak menggarap potensi wisata Mandalika itu, sehingga empat investor yang berminat memiliki peluang yang sama.
     Sejauh ini, keeempat investor yang berasal dari India, Qatar, Abudabi dan Australia, masih sebatas melakukan penawaran investasi yang menunggu jawaban Kepala BKPM.
     Bahkan, Investor India menawarkan nilai investasi Rp20 triliun yang mencakup lokasi wisata Mandalika dan pengelolaan kawasan Bandara Internasional Lombok (BIL) yang sudah hampir rampung.(*)