Ratusan petani tembakau Lombok gunakan oli bekas

id Tembakau virginia, Lombok, oli bekas

Ratusan petani tembakau Lombok gunakan oli bekas

Petani tembakau di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), tengah menghadiri penyerahan komputer dari AMTI kepada APTI di NTB. Petani tembakau mengaku menggunakan oli bekas untuk pemanasan (omprongan) tembakau virgia. (Foto:antaramataram/anwar) (P

"Kami memilih menggunakan oli bekas karena lebih murah dan kualitas omprongan juga sama dengan bahan bakar lainnya," kata pengurus Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) di Lombok Tengah Puji.
Lombok Tengah, NTB (Antara Mataram) - Lebih dari 500 orang petani tembakau virginia di Kabupaten Lombok Tengah dan Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), memilih menggunakan oli bekas sebagai bahan bakar pemanasan (omprongan) tembakau.

"Kami memilih menggunakan oli bekas karena lebih murah dan kualitas omprongan juga sama dengan bahan bakar lainnya," kata pengurus Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) di Lombok Tengah Puji, di sela-sela penyerahan perangkat komputer berupa laptop dan desktop, yang digelar di ruang serba guna Kecamatan Batukliang, Kabupaten Lombok Tengah, Sabtu sore.

Komputer itu merupakan hibah dari Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) untuk pengurus Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) di wilayah NTB.

AMTI menghibahkan sebanyak 10 unit komputer masing-masing satu unit laptop dan desktop kepada pengurus APTI NTB, APTI Kabupaten Lombok Tengah, Lombok Barat, Lombok Timur, dan APTI Kabupaten Lombok Utara.

Puji yang didampingi pengurus APTI Lombok Tengah lainnya mengatakan, awalnya hanya beberapa orang petani tembakau virginia yang menggunakan oli bekas untuk omprongan tembakau.

Kini, sudah lebih dari 500 orang petani yang menggunakan oli bekas itu, termasuk sejumlah petani di kabupaten tetangga Lombok Timur.

"Lebih murah, karena oli bekas hanya Rp400 ribu per drum, dan untuk mengomprong tungku dengan kapasitas delapan ton tembakau virginia dibutuhkan sekitar tiga drum atau Rp1,2 juta. Beda kalau pakai minyak tanah meskipun hanya dua drum untuk delapan ton namun harganya mencapai Rp2 juta. Itu pun harga minyak tanah subsidi, kalau non-subsidi tentu lebih mahal," ujarnya.

Hal serupa dikemukakan Imran yang juga anggota APTI Lombok Tengah, yang menggeluti usaha tembakau sekaligus pengelola koperasi merangkap petani tembakau.

Menurut Imran, untuk menggunakan oli bekas sebagai bahan bakar omprongan tembakau virginia, memang membutuhkan renovasi omprongan tembakau pada bagian tertentu.

Tungku omprongan untuk bahan bakar oli bekas menyerupai tungku bahan bakar minyak tanah, namun membutuhkan alat pengurai kekentalan oli bekas atau "blower".

"Memang masih menggunakan sedikit solar atau minyak tanah untuk memancing pembakaran, selanjutnya yang dibakar adalah oli bekas untuk kepentingan omprongan tembakau virginia itu," ujarnya.

Selain oli bekas, petani tembakau virginia di Pulau Lombok juga menggunakan bahan bakar minyak tanah bersubsidi, karena tungkunya belum dikonversi ke bahan bakar alternatif.

Menurut Kepala Dinas Perkebunan Provinsi NTB Hj Hartina, awalnya tungku oven tembakau virginia yang dikelola petani di Lombok sekitar 16 ribu unit yang menggunakan bahan bakar minyak tanah bersubsisi, yang secara bertahap melakukan konversi ke tungku bahan bakar alternatif seperti batubara.

Kini, sebanyak 8.983 unit oven tembakau virginia di Pulau Lombok sudah dikonversi ke tungku batubara, sehingga hampir sebagian yang belum konversi.

"Yang belum konversi itu yang masih menggunakan kayu bakar dan bahan bakar minyak tanah non-subsidi karena sejak 1 Juni 2012 Pertamina menghentikan pasokan minyak tanah bersubsidi di Pulau Lombok karena diasumsikan program konversi elpiji telah rampung," ujarnya. Petani tembakau lainnya menggunakan cangkang sawit, dan cangkang kemiri, serta elpiji dan kayu bakar untuk kebutuhan omprongan tembakau virginia itu.



Produksi tembakau

Kendati demikian, Hartina menyebut sekitar 8.000-an petani tembakau virginia di Pulau Lombok masih bisa memproduksi tembakau kering lebih dari 30 ribu ton setiap tahun.

Tembakau itu dihasilkan dari sekitar 58 ribu hektare lahan, yang melibatkan sebanyak 124.313 orang tenaga kerja, termasuk sekitar 35 ribu tenaga kerja wanita.

"Sebanyak 20 perusahaan sudah menyampaikan rencana penyerapan tembakau virginia yang dihasilkan petani di Pulau Lombok, sepanjang musim panen 2013. Data awal direncanakan penyerapannya mencapai 31.256 ton," ujarnya.

Ia menyebut 20 perusahaan mitra petani tembakau Lombok itu yakni PT Gudang Garam, PT Export Leaf Indonesia (ELI), PT Djarum, dan PT Shadana Arifnusa atau perusahaan milik Sampoerna Group selaku perusahaan mitra petani tembakau di Pulau Lombok yang terbesar.

Selanjutnya, PT Tresno Adi, PT IDS, UD Nyoto Permadi, UD Supianto, CV SML, UD Cakrawala, UD Keluarga Sakti, UD Iswanto, UD Sumber Rezeki, UD Jawara, CV Kemuning Sari, CV Stevi, PR Sukun, UD Selaparang, UD Rinjani Maju Bersama, dan PT AOI.

Sebanyak 31.256 ton tembakau virginia itu direncanakan dihasilkan dari areal seluas 15.705 hektare yang menyebar di Kabupaten Lombok Timur, Lombok Tengah, dan Lombok Barat.

"Diharapkan yang direncanakan akan diserap itu teralisasi semuanya. Bila perlu lebih banyak lagi, dan itu memungkinkan jika produksinya pun lebih banyak dari target," ujarnya.

Menurut Hartina, pembelian tembakau virginia Lombok oleh perusahaan mitra biasanya disesuaikan dengan perkembangan pasar.

Jika permintaan tembakau sebagai bahan baku rokok itu meningkat maka pembeliannya dapat melebihi rencana.

"Seperti tahun lalu, direncanakan pembeliannya sebanyak 32 ribu ton, malah teralisasi sampai 38.287.937 ton, karena memang ada over produksi saat itu," ujarnya.

Versi Dinas Perkebunan NTB, potensi produksi tembakau Virginia di Pulau Lombok mencapai 48 ribu ton atau 95 persen dari total kebutuhan tembakau virginia nasional sebanyak 50 ribu ton/tahun.

Potensi areal tanam tembakau virginia di wilayah NTB, khususnya Pulau Lombok, mencapai 58.516 hektare (ha). Sebanyak 10.098 ha berada di wilayah Kabupaten Lombok Barat, 19.263 ha di Lombok Tengah dan 29.154 ha di Lombok Timur. (*)