Pemprov NTB kaji acuan belanja langsung untuk penanganan bencana

id Anggaran penanggulangan bencana, NTB kaji acuan hukum

"Sampai sekarang belum ditemukan acuan hukum yang tepat untuk pengalokasian anggaran belanja langsung untuk penanggulangan bencana pada tahapan tanggap darurat, makanya terus dicari aturan yang tepat," kata Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Da
Mataram (Antara Mataram) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) tengah mengkaji acuan hukum yang dapat dijadikan dasar pengalokasian anggaran belanja langsung untuk penanggulangan bencana pada tahap tanggap darurat.

"Sampai sekarang belum ditemukan acuan hukum yang tepat untuk pengalokasian anggaran belanja langsung untuk penanggulangan bencana pada tahapan tanggap darurat, makanya terus dicari aturan yang tepat," kata Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) NTB Chaerul Maksul, di Mataram, Kamis.

Ia mengatakan, sejauh ini Pemprov NTB menyiapkan dana penanggulangan bencana pada tahapan tanggap darurat sebagai dana tidak terduga dalam APBD.

Dana tak terduga itu tidak dialokasikan dalam jumlah banyak karena jika tidak terpakai maka berdampak pada kinerja pengelolaan anggaran pemerintah.

"Dana tak terduga itu akan menjadi sisa lebih penghitungan anggaran (silpa) jika tidak terpakai atau tidak terjadi bencana alam, dan tidak dibolehkan silpa dalam jumlah banyak, karena itu menggambarkan kinerja pengelolaan anggaran yang buruk," ujarnya.

Menurut Chaerul, memang pengalokasian anggaran belanja langsung nilainya bisa signifikan, tetapi harus ada pos anggarannya untuk dieksekusi oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

Namun, akan menjadi masalah jika SKPD itu tidak dapat mempergunakan anggaran tersebut, karena tidak terjadi bencana alam.

"Sejauh ini pun pengalokasian anggaran belanja dalam APBD harus ada acuannya, seperti Permendagri tentang pengelolaan anggaran daerah, dan aturan tentang pengelolaan APBD yang berubah setiap tahun anggaran. Nah, acuan untuk belanja langsung untuk bencana alam itu yang belum ada, sehingga masih perlu dikaji," ujarnya.

Mantan Kepala Inspektorat Provinsi NTB itu menyambut baik pernyataan Ketua BNPB Syamsul Maarif yang mengatakan bahwa dukungan anggaran untuk penanggulangan bencana di berbagai daerah di Indonesia, masih sangat minim.

"Anggaran bencana di daerah masih kecil, untuk NTB misalnya, juga masih dibawah satu persen dari total APBD, sehingga apabila terjadi bencana, mau tak mau unsur pusat harus datang, tapi tetap disentralisasi penanganannya," ujar Syamsul setelah pembukaan puncak peringatan bulan PRB 2013, yang dipusatkan di Mataram, NTB, Senin (7/10).

Hanya saja, pemerintah daerah juga membutuhkan acuan hukum yang jelas dalam pengalokasian anggaran bencana dalam jumlah yang memadai, agar tidak terjerat hukum di kemudian hari.

"Makanya, dikaji secara baik acuan hukumnya pengalokasian belanja langsung untuk kepentingan penanggulangan bencana tanggap darurat itu. Kalau penanganan pasca bencana, tidak masalah karena bisa dialokasikan secara terencana sesuai sasaran program," ujar Chaerul. (*)