Pemprov NTB siapkan permohonan pembatalan HPL Mandalika

id Pemprov NTB siapkan usulan pembatalan HPL Mandalika

Pemprov NTB siapkan permohonan pembatalan HPL Mandalika

Kepala Biro Hukum Setda NTB Muhammad Mahdi menjelaskan bahwa, Pemerintah Provinsi NTB tengah menyiapkan permohonan pembatalan Hak Pakai Lahan (HPL) Mandalika Resort yang pernah diberikan kepada PT Bali Tourism Development Corporation (BTDC), untuk m

"Permohonan pembatalan HPL itu kami siapkan, nanti sampai akhir Desember 2013 BTDC belum juga merealisasikan kewajiban penataan infrastruktur dasar pengembangan Mandalika Resort, baru kami ajukan ke pemerintah pusat," kata Kepala Biro Hukum Setda NTB
Mataram (Antara Mataram) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) tengah menyiapkan permohonan pembatalan Hak Pakai Lahan (HPL) Mandalika Resort yang pernah diberikan kepada PT Bali Tourism Development Corporation (BTDC), untuk mengembangkan kawasan pariwisata terpadu.

"Permohonan pembatalan HPL itu kami siapkan, nanti sampai akhir Desember 2013 BTDC belum juga merealisasikan kewajiban penataan infrastruktur dasar pengembangan Mandalika Resort, baru kami ajukan ke pemerintah pusat," kata Kepala Biro Hukum Setda NTB Muhammad Mahdi, di Mataram, Rabu.

Ia mengatakan, dasar pengajuan permohonan pembatalan HPL Mandalika yakni kinerja buruk yang ditunjukkan manajemen BTDC selaku BUMN yang dipercayakan mengembangkan kawasan pariwisata terpadu Mandalika Resort itu.

BTDC yang berbasis di Pulau Bali itu dianggap kurang serius atau tidak sungguh-sunguh mengembangkan Mandalika Resort, sehingga sejumlah kewajiban dalam penataan infrastruktur dasar di kawasan tersebut belum juga direalisasi.

"Bangun kantor perwakilan saja tidak serius, apalagi penataan infrastruktur dasar seperti jalan masuk ke lokasi, pengadaan air bersih dan listrik yang dikemas dalam saluran bawah tanah, dan kegiatan lainnya," ujarnya.

Menurut Mahdi, dari aspek hukum yang berkewenangan membatalkan pemberian HPL area Mandalika Resort kepada BTDC, yakni pemerintah pusat yang diwakili Kementerian Keuangan, karena kementerian itu yang menyimpan dokumen penyerahan HPL tersebut.

HPL Mandalika Resort itu diberikan Pemprov NTB kepada pemerintah pusat, yang kemudian melalui Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN, kewenangan pengelolaan HPL itu dipercayakan kepada PT BTDC.

"Tentu jika permohonan pembatalan penyerahan HPL Mandalika itu sampai di Menteri Keuangan, maka hal itu akan dikoordinasikan dengan Menteri BUMN guna meminta pertanggungjawaban BTDC yang dinilai tidak mampu mengembangkan Mandalika Resort itu," ujarnya.

Selanjutnya, jika pengelolaan HPL Mandalika itu hendak dikelola oleh Pemprov NTB maka harus diawali dengan pernyataan ketidaksanggupan manajemen BTDC, dan adanya kesiapan Pemprov NTB untuk mengambil alih pengembangan kawasan pariwisata terpadu itu.

Dengan demikian, menjadi rumit ketika manajemen BTDC tidak mau menyatakan tidak sanggup mengembangkan Mandalika Resort itu, dan Menteri BUMN dan Menteri Keuangan mendukungnya.

"Jadi, peluang pembatalan HPL itu masih terbuka, namun cukup rumit karena butuh ketegasan pemerintah pusat. Itu sebabnya Pak Gubernur memberi batas waktu sampai akhir Desember 2013, sambil mengupayakan koordinasi dengan kedua menteri tersebut," ujar Mahdi.

Sejak 2009, Pemprov NTB memberikan izin lokasi kepada PT BTDC pada areal seluas 1.175 hektare dari total 1.250 hektare yang semula hendak dibebaskan.

Saat itu, BTDC diberi kewenangan Hak Pakai Lahan (HPL) dan Hak Guna Bangunan (HGB) karena perusahaan Dubai yakni Emaar Properties LC, akan mengembangkan kawasan pariwisata terpadu Mandalika Resort, namun akhirnya rencana tersebut batal terkait krisis finansial global.

Setelah Emaar membatalkan rencana investasi bernilai Rp21 triliun itu, BTDC tetap dipercayakan pemerintah pusat untuk mengembangkan kawasan pariwisata Mandalika meskipun dengan format lain. Areal kawasan Mandalika yang diserahkan dalam bentuk HPL kepada BTDC seluas 1.175 hektare itu, akan dikembangkan menjadi salah satu ikon pariwisata nasional, bahkan dunia di masa mendatang.

BTDC pun dipercayakan mengelola kawasan Mandalika Resort, sebagai akibat dari pelimpahan kewenangan pengelolaan dari PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero).

PT PPA menerima limpahan kewenangan dari Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) yang menangani masalah PT Lombok Tourism Development Corporation (LTDC) yang dianggap gagal dalam pengelolaan keuangan sehingga LTDC dibubarkan.

BTDC pun telah menjalin kerja sama dengan investor mitra berskala internasional yakni Club Med, PT MNC Land Tbk dan PT Gobel Internasional, yang sudah menandatangani perjanjian kerja sama kerja sama pengembangan "Mandalika Smart Resort" di areal itu, pada 22 Januari 2013.

Club M�diterran�e atau yang lebih dikenal dengan Club Med merupakan perusahaan Perancis yang bergerak di bidang resor dan memiliki cabang di seluruh dunia, dan biasanya terdapat di lokasi eksotis.

Perusahaan operator hotel dan resort ternama di dunia itu dimiliki oleh Henri Giscard d`Estain, putra dari mantan Presiden Perancis periode 1974-1981 Giscard d`Estaing.

Sedangkan PT MNC Land merupakan bagian dari MNC Group, yang dalam kiprahnya selama dua dasawarsa telah berhasil menempatkan dirinya sebagai salah satu pengembang terkemuka di Indonesia.

Demikian pula PT Gobel Internasional yang merupakan salah satu perusahaan pengembang terkemuka di Indonesia.



Terus terulur

Semula, pengembangan Mandalika Resort itu akan dimulai Februari 2013, namun hingga kini malah tidak jelas arahnya.

BTDC selalu beralasan kendala teknis pengembangan Mandalika Resort yakni pembebasan lahan milik perorangan seluas 135 hektare di dalam kawasan yang hingga kini belum juga tuntas.

Hal itu memicu amarah Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi, dan Bupati Lombok Tengah Suhaili FT serta pejabat terkait lainnya, sehingga mencuat tudingan BTDC tidak serius mengembangkan kawasan pariwisata terpadu itu.

Setelah dikaji secara mendalam, akhirnya disimpulkan bahwa sangat dibutuhkan ketegasan Menteri Keuangan dan Menteri BUMN, terkait kendala teknis pengembangan kawasan pariwisata terpadu Mandalika Resort, yang terus berlarut-larut dan tak kunjung terselesaikan itu.

Mencuat masalah yang dianggap rumit ketika proses pembebasan lahan itu terbentur konsep pengelolaan HGB (Hak Guna Bangunan) di atas HPL (Hak Pakai Lahan), sehingga tidak jelas siapa yang harusnya membiayai pembebasan lahan perorangan itu.

Versi BTDC yakni HPL atas lahan kawasan Mandalika Resort seluas 1.175 hektare yang diserahkan Pemprov NTB untuk dikembangkan BTDC beserta investor mitranya, akan ada HGB yang menjadi induk kawasan pengembangan yang dipercayakan kepada BTDC.

Dengan penguasaan HGB pada HPL seluas 1.175 hektare itu, BTDC yang akan menuntaskan pembebasan lahan perorangan tersebut menggunakan anggaran perusahaan itu.

Sementara versi Pemprov NTB, HGB atas lahan perorangan yang akan dibebaskan itu diserahkan kepada investor yang akan menggarap lahan tersebut, dan investor yang menggarap dibebankan kewajiban pembebasan lahan tersebut

Hal tersebut perlu dibahas oleh Gubernur NTB, Menteri Keuangan dan Menteri BUMN agar kendala teknis pengembangan kawasan Mandalika Resort dapat dituntaskan. (*)