Profil - Baiq Ika: Rakyat Butuh Sosok Kartini

id Baiq Ika

Profil - Baiq Ika: Rakyat Butuh Sosok Kartini

Baiq Ika sedang menggagas program kerja untuk mensejahterakan masyarakat (Tri Vivi Suryani)

Saya memiliki komitmen semaksimal mungkin meretas kemiskinan. Kalau bisa, menghapuskan kemiskinan agar tidak ada rakyat menderita
"Sudah saatnya ada yang memperhatikan rakyat, empati terhadap derita mereka dan memperjuangkan aspirasi masyarakat. Ini yang melatari mengapa saya terketuk ingin menjadi wakil rakyat," kata Baiq Ika Febriyanti, anggota DPRD Kota Mataram periode 2014-2019.

Ika, demikian panggilan kesehariannya, merupakan anggota DPRD termuda, karena wanita ini lahir pada tahun 1989. Faktor usia yang masih belia dan statusnya yang belum terikat pernikahan, membuat Ika ingin fokus untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Saat ini, Ika tengah mematangkan program kerja yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan kehidupan masyarakat, khususnya di lingkungan Ampenan, Kota Mataram. Di mata Ika, perekonomian masyarakat yang lemah, membuatnya tidak sabar ingin mengambil langkah konkret untuk mengentaskan mereka dari kemiskinan.

"Saya memiliki komitmen semaksimal mungkin meretas kemiskinan. Kalau bisa, menghapuskan kemiskinan agar tidak ada rakyat menderita. Tapi tentu saja itu butuh proses, tidak bisa begitu saja terlaksana," ujar anak sulung dari dua bersaudara ini.

Langkah menghapus kemiskinan, digagas Ika dengan menggunakan dana aspirasi dewan untuk kepentingan warga yang kurang mampu. Dana aspirasi itu akan diberikan kepada warga, supaya dimanfaatkan sebagai modal usaha.

Pemberian modal usaha ini memiliki tujuan agar masyarakat bisa berdikari dan mandiri secara ekonomi, sehingga bisa meningkatkan kualitas kehidupannya. Sebagai contoh, lanjut Ika, warga yang menjadi nelayan di daerah Bintaro dan Prasi di Ampenan. Kalau cuaca sedang buruk, warga tidak berani melaut karena khawatir keselamatannya terancam.

Di sisi lain, dengan berhenti melaut, maka ekonomi keluarga menjadi seret. Tidak mengherankan pada saat cuaca buruk, nelayan terpaksa menjual barang-barang perabot, termasuk piring, di rumahnya, supaya keluarganya bisa makan.

"Nah, saya ingin agar warga tidak semata-mata bergantung pada pekerjaan mencari ikan saja. Dengan pemberian modal usaha, maka ketika cuaca buruk, tetap ada pemasukan dan mereka tidak sampai menjual perabotan hanya untuk membeli beras," ucap alumnus Magister Hukum Univeritas Mataram.

Tak hanya berniat mengentaskan warga dari kemiskinan, Ika pun keinginan untuk membekali para perempuan dengan beragam keterampilan sesuai minat dan bakatnya.

"Wanita seharusnya tidak bergantung kepada suami saja. Tetap harus punya keterampilan, supaya memiliki nilai lebih. Agar perempuan tidak lagi dipandang sebagai kaum minoritas," katanya.

Terkait keinginannya ini, Ika sudah menggagas untuk melakukan penyuluhan atau kursus, sehingga pada akhirnya perempuan memiliki kemampuan untuk membantu keluarga mencari nafkah tambahan.


                         Mengidolakan Kartini

Sebenarnya, semasa kecil Ika bercita-cita menjadi anggota Polri. Baginya, tampil berseragam sebagai Polwan dan mengabdi kepada masyarakat sungguh merupakan pekerjaan yang mulia. Sayangnya, cita-cita itu harus dilepaskan, karena Ika pernah mengalami kecelakaan, sehingga tidak memungkinkan untuk mendaftar sebagai Polwan.

"Orang tua saya kemudian mencetuskan gagasan kenapa saya nanti tidak menjadi anggota dewan saja? Ibu saya menilai, sejak kecil saya selalu peduli kepada orang kecil. Saya suka menangis sendiri kalau ada orang sedang terkena musibah," kata dia.

Penilaian orang tuanya yang lain, dikarenakan Ika sering tidak bisa menahan haru kalau melewati jalan raya, kemudian ada warga yang sedang berjualan, lantas terengah-engah membawa beban berat, serta dagangannya tidak kunjung laku.

"Kalau sudah begitu, saya segera turun dari kendaraan, dan memberi uang sekedarnya kepada orang itu. Ini seperti panggilan hati begitu saja, karena saya selalu tidak tega melihat orang kecil susah," ucapnya, dengan nada prihatin.

Atas dasar ini, kedua orang tua Ika pun menyarankan padanya agar nanti menjadi anggota dewan, supaya bisa lebih konkret memperjuangkan nasib rakyat.

"Masukan dari orang tua setelah saya renungkan, akhirnya saya setujui. Dengan menjadi anggota dewan, sudah tentu saya makin dekat dengan rakyat dan bisa melakukan sesuatu yang terbaik untuk mereka," ucapnya.

Namun, jalan menuju harapan sebagai anggota dewan, ternyata tidak berlangsung lancar begitu saja. Mengingat usia Ika masih muda, semasa dirinya menjalani kampanye, tidak sedikit yang mencibir dan meragukan kemampuannya. Sebagian orang juga bersikap apatis, dengan mengeluarkan pernyataan kalau nanti Ika terpilih, pasti akan mengabaikan rakyat kecil.

Berbagai cibiran itu, justru melecut semangat Ika. Di lain pihak, Ika makin merasa semangatnya membubung ketika bertemu dengan orang-orang yang mendukungnya. Malah ada orang tua renta yang buta, namun mengatakan mendukung kepada wanita ini dan tetap bisa melihat ketulusan sosok Ika dengan mata batinnya.

Ketika berkampanye, ada yang juga yang dengan suka rela menyatakan dukungan, tidak minta uang bayaran, namun datang dengan sendirinya karena percaya akan kemampuan Ika, dan mempercayakan perbaikan nasib mereka pada wanita muda ini.

"Berbagai komentar negatif dan gosip silih berganti muncul. Saya dibilang `money politic` dan lainnya. Tapi saya tidak mundur. Saya harus membuktikan diri kalau itu tidak benar. Kalau saya mundur, berarti saya seperti yang disangkakan mereka. Saya tetap tegar, sesuai sosok idola saya Kartini, yang tidak henti memperjuangkan nasib orang kecil dan perempuan, di tengah masa-masa sulit," ujarnya.

Masyarakat Indonesia, lanjutnya, sangat membutuhkan sosok Kartini yang dengan segenap jiwa raga, membuktikan keberpihakan kepada rakyat. Khususnya kaum perempuan, agar mampu menempatkan diri setara dengan lelaki, sesuai harkat dan martabat serta tidak melupakan kodratnya sebagai seorang wanita.

*) Penulis buku dan artikel