Mataram Berbenah menuju Destinasi Wisata Religius

id Pariwisata NTB

Mataram Berbenah menuju Destinasi Wisata Religius

Ilustrasi - Berwisata religius ke Islamic Center (Ist)

Megahnya bangunan masjid Islamic Center yang berada di tengah Kota Mataram menjadi semangat pemerintah untuk mengembangkan destinasi wisata religius di daerah itu
Pulau Lombok yang dikenal juga dengan julukan Pulau Seribu Masjid. Julukan itu tentu memberikan seribu makna pula bagi masyarakat di daerah-daerah lain yang belum pernah datang ke Pulau Lombok khususnya ke Kota Mataram.

Salah satu makna yang terkandung dari julukan itu adalah penduduk di Pulau Lombok sebagian besar umat muslim yang kehidupannya sehari-hari selalu berpegang pada ajaran-ajaran agama Islam.

Kota Mataram yang merupakan ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Barat bermottokan "maju, religius dan berbudaya" memiliki penduduk yang heterogen dari berbagai macam suku, agama dan etnis, namun kehidupan warga di Kota Mataram memiliki toleransi yang tinggi sehingga mereka dapat hidup rukun dan aman. Hal itu terlihat dengan adanya tempat ibadah antarumat yang berdampingan satu dengan lainnya.

Pemerintah Kota Mataram saat ini sedang berbenah menata destinasi religius. Megahnya bangunan masjid Islamic Center yang berada di tengah Kota Mataram menjadi semangat pemerintah untuk mengembangkan destinasi wisata religius di daerah itu.

"Saya akan jual (promosikan) Islamic Center," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Mataram H Abdul Latif Nadjib saat acara halal bihalal dengan insan pers Nusa Tenggara Barat di pendopo Wali Kota Mataram.

Islamic Center adalah modal besar untuk menarik para wisatawan datang ke Kota Mataram. Untuk menyambut para wisatawan itu, saat ini pihaknya sedang melakukan berbagai upaya dan sinergitas program.

Diantaranya, menggandeng para pemilik hotel dan biro perjalanan wisata untuk mempromosikan keberadaan Islamic Center yang merupakan masjid terbesar dan termegah di NTB dengan tinggi menara 99 meter sesuai dengan Asmaul Husna atau nama-nama Allah yang indah dan baik.

Menara ini nantinya akan menjadi objek wisata, dimana selain wisatawan datang untuk beribadah di Islamic Center, para turis juga bias berfoto sebagai kenang-kenangan, serta tidak lupa naik ke menara untuk melihat Pulau Lombok dari atas menara Islamic Center tersebut.

Harapannya nanti sama dengan Masjid Istiqlal di Jakarta, Masjid Agung di Bandung dan Masjid Kubah Emas Depok yang selalu dikunjungi wisatawan kendati hanya untuk berfoto.

"Dengan berfoto di Masjid Istiqlal maka semua orang akan tahu bahwa dia berada di Jakarta, begitu juga dengan Masjid Agung dan Masjid Depok," katanya.

Seperti itulah yang diinginkan Pemerintah Kota Mataram, pada saat wisatawan melihat gambar Islamic Center, mereka pasti sudah tahu bahwa itu di Kota Mataram, Nusa Tengga Barat.

Selain itu, pihaknya akan menggandeng para perajin garmen dan kayu cukli yang merupakan produk kerajinan unggulan di Kota Mataram agar mereka membuat berbagai pernak-pernik bertemakan Islamic Center.

Seperti gantungan kunci, pulpen, baju kaus bergambar Islamic Center, batik sasak samawa mbojo (sasambo) bermotif Islamic Center, serta aksesoris lainnya, sehingga Islamic Center akan menjadi ikon utuk menarik wisatawan ke Kota Mataram.

"Jika di Bali banyak dijual baju bergambar barong, di Mataram juga ada, padahal Barong Mataram tidak ada. Lalu apa salahnya kita membuat baju dengan gambar Islamic Center yang memang ada di Mataram," katanya.

Kaos Lombok memang sudah cukup terkenal, sehingga pihaknya menginginkan kaos yang lebih khusus yakni kaos Kota Mataram yang menggambarkan sisi positif dari kota ini terutama yang bernuansa religius.

Contohnya, "gerobak terang bulan dasan agung", "tahu tempe kekalik", "I Love Mataram", "kotak antik cukli" dan "emas perak sekarbela".



Makam dan Makom

Selain Islamic Center, Kota Mataram juga memiliki objek wisata religius makam Loang Baloq dan makam bintaro. Keberadaan dua makam emang sudah terkenal di Pulau Lombok.

Di makam Loang Baloq disebutkan yang dimakamkan adalah Syekh Gaos Abdul Razak yang merupakan tokoh agama terbesar di Pulau Lombok yang datang dari Timur Tengah. Makam tersebut berlokasi di pinggir Pantai Mapak.

Sedangkan di Makam Bintaro adalah Syekh Saleh Sungkar. Makam Syekh Saleh Sungkar ini terkenal dengan sebutan Makam Bintaro karena berada di pinggir pantai kawasan Bintaro Kecamatan Ampenan. Sehingga dua makam tersebut dikeramatkan oleh sebagian warga di Pulau Lombok, dan selalu ramai dikunjungi peziarah, terutama pada Lebaran Topat (ketupat) dan musim haji.

Rata-rata peziarah datang bisanya selain untuk berdoa juga untuk nazar atau menebus janji.

Oleh karena itu saat ini pihak Disbudpar Kota Mataram sedang melakukan penataan terhadap kedua makam tersebut sehingga layak menjadi situs religi dengan anggaran sebesar Rp160 juta. untuk penataan jalan, menambah berugak (atau rumah tempat peristirahatan), memperbaiki pintu makam, pengadaan air bersih serta fasilitas mandi cuci kakus.

Selain dua makam tersebut, Disbudpar Kota Mataram juga telah menemukan 10 situs-situs bersejarah yang juga dapat dikembangkan menjadi wisata religius. Lima di antara situs baru yang ditemukan itu adalah Makom Dende Seleh di Ampenan, Masjid Bengak di Sekarbela, kemudian Makom Sunan Sudan di Monjok, Makom Titi Gangse di Sayang-Sayang dan Pura Meru di Cakranegara.

Dia menjelaskan, ada perbedaan sebutan antara makan makom. Makam artinya ada jazad para tokoh agama yang dimakamkan di makam bersangkutan. Sedangkan makom ada tanda bahwa lokasi itu pernah diinjak atau dipegang oleh para pemuka agama di lokasi tersebut.

Untuk menjadikan makam dan makom tersebut menjadi situs religius, pihaknya sedang melakukan penataan dan mencari informasi terhadap sejarah awal asal usul makam dan makom itu sehingga pemerintah dapat menulis sejarahnya.

Sampai saat ini versi yang diceritakan oleh tokoh agama dan masyarakat setempat berbeda-beda, namun sebagian merupakan tokoh yang dimakamkan adalah tokoh besar agama dan adat di Kota Mataram.

Disbudpar Kota Mataram saat ini juga sedang menyusun asal usul dan sejarah dari situs-situs religius tersebut, yang nantinya setelah dilakukan koordinasi baik dengan warga setempat, tokoh agama dan tokoh masyarakat, asal-usul situs akan diterbitkan dalam bentuk buku, sehingga bisa menjadi panduan bagi wisatawan yang hendak berkunjung objek wisata religious tersebut.

Selain itu, pihaknya akan mengimplementasikan sejarah tersebut dalam bentuk papan informasi yang diletakkan disetiap situs, dengan tujuan agar peziarah atau pengunjung bisa langsung mengetahui sejarah dari makam yang dikunjungi.

Disbudpar juga telah memasang petunjuk jalan yang menunjukkan dimana jalur-jalur yang harus dilalui ketika hendak berkunjung ke satu situs religious tersebut.

"Untuk tahap awal kita sudah membuat penunjuk arah ke situs-situs religius itu," katanya.

Untuk mendukung promosi wisata religius di Kota Mataram, pihaknya juga akan merekrut petugas atau juru kunci untuk situs religious, minimal satu situs satu orang.

"Petugas ini juga sekaligus sebagai petugas kebersihan di seputaran makam tersebut, sehingga setiap peziarah yang datang dapat merasa aman dan nyaman saat berada di makam," ujarnya.

Dengan demikian, ke depan retribusi untuk masuk ke situs-situs bisa lebih jelas, dan pemanfaatannya pun dapat lebih terarah. Selama ini pada situs-situs itu hanya ada kotak amal yang penggunaan dananya kurang tepat sasaran dan kurang transparan.



Lomba

Di samping itu, Disbudpar Kota Mataram juga akan membuka ajang lomba "Terune Dedare Mentaram 2014" sekitar minggu kedua September 2014. Mereka akan menjadi duta Kota Mataram dalam berbagai kegiatan, baik pariwisata, ekonomi maupun kegiatan sosial lainnya.

"Terune Dedare Mentaram ini nantinya akan memberikan gambaran tentang berbagai potensi pariwisata dan destinasi wisata yang ada di Kota Mataram, termasuk objek wisata religius" katanya.

Pemerintah Kota Mataram menargetkan penataan destinasi wisata religius rampung pada 2018 seiring dengan program pariwisata -Tambora Menyapa Dunia" sebagai destinasi wisata di Pulau Sumbawa.

Kesempatan itu, kata Nadjib, juga dipergunakan untuk menata beberapa hal sebagai pendukung yakni wisata kuliner, oleh-oleh, dan atraksi.

Untuk fasilitas pendukung kuliner, sebagai daerah tujuan wisata Kota Mataram juga berbenah melakukan penataan. Salah satunya kawasan yang menjadi lokasi kuliner adalah wilayah di sepanjang jalan Sayang-Sayang, sudah banyak tumbuh dan berkembang usaha lesehan yang tentunya telah dilengkapi juga dengan fasilitas umum untuk pengunjung.

Namun penataan itu belum dapat dilakukan di kawasan Udayana dan Cakranegara yang pada malam hari juga menjadi pusat kuliner Kota Mataram. Lokasi tersebut belum dilengkapi fasilitas MCK dan sarana kebersihan.

"Di Udayana memang sudah ada, namun jumlahnya masih sangat minim. Sedangkan untuk di Cakranegara belum ada sama sekali. Inilah yang menjadi prioritas kami ke depan," katanya.

Sementara untuk oleh-oleh, membutuhkan kerja sama semua pemangku kepentingan, baik dari para pengusaha, perajin, maupun pemerintah yang harus memberikan dukungan fasilitas dalam pemasaran hasil-hasil prouduk mereka, serta melakukan pembinaan terhadap peningkatan kualitas hasil produksi perajin.

"Diharapkan produksi yang dihasilkan sesuai dengan keinginn pasar, dan produksi yang dihasilkan memiliki unsur-unsur kekhasan atau nilai lokal," katanya.

Sedangkan untuk atraksi budaya, pemerintah melakukan intervesi untuk mendorong terbentuknya kegiatan atraksi budaya secara tetap. Misalnya, melaksanakan parade budaya reguler minimal dua kali dalam setahun.

Dia menilai atraksi dan parade budaya yang memiliki kepastian jadwal kegiatan setiap tahun berpeluang menjadi salah satu agenda tetap pariwisata di Kota Mataram. Dengan demikian para wisatawan baik wisatawan domestik maupun mancanegara dapat menjadwalkan kedatangan mereka jauh-jauh hari untuk menyaksikan atraksi dan parade budaya tersebut.

"Hal ini tentu dapat meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke Kota Mataram," katanya.

Sementara itu, Wakil Wali Kota Mataram H Mohan Roliskana memberikan dukungan penuh terhadap perencanaan yang dilakukan oleh Disbudpar Kota Mataram untuk menjadikan Kota Mataram sebagai daerah tujuan wisata religius dalam beberapa tahun ke depan dengan target pada 2018.

"Ini merupakan gagasan yang baik untuk menyelamatkan budaya dan tradisi yang merupakan aset sejarah bernilai tinggi,� katanya.

Ia berharap Disbudpar Kota Mataram dapat melaksanakan dan memperhatikan sejarah-tersebut lebih maksimal, terutama terkait dengan infrastruktur menuju destinasi harus diprioritaskan dan dikomunikasikan dengan pihak terkait.

Selain itu, harus ada terobosan-terobosan baru dalam mempromosikan situs-situs bersejarah di Kota Mataram, baik dalam bentuk cetak maupun visual. Mengingat penjelasan-penjelasan tentang sejarah terhadap sebuah destinasi yang akan dikunjungi sangat penting dan bermanfaat.

"Jangan sampai pada saat wisatawan datang ke sebuah situs, wisatawan tidak mendapatkan informasi tentang situs tersebut," katanya.

Mohan juga berharap Disbudpar Kota Mataram dapat menggandeng para pemilik hotel dan biro-biro perjalanan dalam upaya promosi pariwisata di Kota Mataram, serta senantiasa melakukan pembinaan terhadap warga masyarakat yang berada di seputar lokasi destinasi wisata tersebut.

Selain itu diharapkan pemerintah dan masyarakat dapat terus menjaga keamanan dan kenyamanan sehingga para wisatawan bisa merasa aman dan nyaman selama melakukan perjalanan wisata di Kota Mataram. Hal ini tentu juga dapat berdampak pada peningkatan kesejahteraan warga setempat.