IDI: Indonesia kebanjiran Dokter Asing MEA 2015

id MEA 2025

Ini sebenarnya peringatan bagi pemerintah agar mampu meningkatkan kompetensi para dokter. Karena, saat pemberlakuan MEA tahun 2015, Indonesia akan dibanjiri tenaga dokter asing
Mataram,  (Antara) - Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyatakan saat pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tahun 2015, negara ini akan dibanjiri tenaga dokter asing.

Wakil Ketua PB IDI, Prof dr Oetama Marsis di Mataram, Kamis, mengatakan, dalam menyambut pasar bebas ASEAN, lalu lintas orang dan barang akan bergerak bebas di antara negara-negara anggota.

Namun, ternyata di sisi lain, pasar bebas juga akan membawa dampak negatif jika Indonesia tidak menyiapkan diri dengan baik. Karena, saat pemberlakukan MEA, para dokter asing yang berasal dari negara tetangga akan datang dan menyerbu Indonesia.

"Ini sebenarnya peringatan bagi pemerintah agar mampu meningkatkan kompetensi para dokter. Karena, saat pemberlakuan MEA tahun 2015, Indonesia akan dibanjiri tenaga dokter asing," katanya.

Menurut dia, dengan pemberlakuan MEA tahun 2015, tentu akan membawa kesulitan tersendiri bagi pemerintah untuk bisa membendung masuknya para dokter asing. Sebab, Indonesia merupakan pasar yang sangat potensial di pandang oleh negara sesama anggota ASEAN.

"Saat ini jumlah penduduk Indonesia lebih dari 200 juta jiwa, terbesar di anggota ASEAN. Karenanya, Indonesia merupakan pasar yang paling baik untuk negara lain, termasuk industri kesehatan luar," jelasnya.

Ia menambahkan, saat ini saja sejumlah modal asing sudah banyak masuk dalam industri kesehatan Indonesia. Belum lagi persoalan itu, ditambah dengan banyaknya masyarakat Indonesia yang kini lebih memilih untuk berobat ke luar negeri ketimbang dirawat oleh dokter dalam negeri.

Hal itu, ditambah lagi dengan sosialisasi melalui media promosi terkait layanan kesehatan yang dilakukan para pemodal dari luar jauh lebih unggul dibanding layanan kesehatan di Indonesia.

"Ini bisa kita lihat pada situs rumah sakit internasional di luar negeri, dengan tampilan yang baik menghiasi layar komputer. Belum dengan fasilitas dan layanan canggih yang ditawarkan membuat pasien merasa dimanjakan walaupun tujuan pokoknya hanya untuk berobat," ucapnya.

Padahal, menurutnya dengan keunggulan yang dimiliki rumah sakit luar negeri itu, belum tentu produknya lebih bagus dari rumah sakit yang ada di Indonesia, namun karena dari segi pelayanan dan keunggulan yang dimiliki serta promosi yang dilakukan, tak pelak membuat orang kebanyakan, terutama yang memiliki keuangan cukup melimpah memilih berobat di luar negeri.

Meski demikian, Oetama Marsis, tak bisa menampik jika kesehatan di Indonesia bisa dibilang cukup tertinggal di banding dengan negara tetangga sesama anggota ASEAN. Misalkan saja angka kematian balita di Indonesia pada tahun 2006 adalah 36 bayi per 1.000 kelahiran hidup.

"Tentunya, angka ini boleh dikatakan masih yang tertinggi di ASEAN. Bahkan Vietnam saja hanya 17 dan Malaysia hanya 12 bayi per 1.000 kelahiran hidup," sebutnya.

Oleh karena itu, kebijakan dari pemerintah sangat diharapkan dapat membantu menyiapkan tenaga-tenaga medis profesional menyambut persaingan bebas tersebut. Terlebih lagi, banyak mahasiswa dari negara ASEAN yang mulai mempelajari ilmu kedokteran di Indonesia dan mempelajari bahasa Indonesia. Dimana cara ini tidak lain dalam rangka merebut pelayanan kesehatan di Indonesia.

Untuk itu, dalam pelaksanaan Mukernas ke-20 IDI di Mataram tersebut, dalam pembahasan para dokter seluruh Indonesia juga akan dibahas upaya mendorong regulasi pemerintah guna dapat mencegah penjaringan dokter asing ke Indonesia, agar bisa lebih selektif kedepannya. Karenanya, diperlukan kompetensi para tenaga dokter Indonesia agar dapat bersaing dengan para dokter asing.

Mengingat, sumber daya manusia (SDM) dokter di Indonesia, tidak kalah kualitasnya dengan tenaga dokter asing. Faktanya, Pemerintah Australia telah merekomendasikan ke warganya jika ingin melakukan bedah plastik dan operasi jantung sebaiknya datang ke Provinsi Bali, dimana selain murah juga pelayanannya sangat baik, seperti pelayanan rumah sakit di Australia.

Hal senada juga dikatakan Ketua Pengurus Besar IDI, dr Zainal Abidin bahwa dalam menyambut pasar bebas ASEAN tahun 2015, paling di untungkan adalah para tenaga asing.

Karena, dengan kekuatan sumber daya manusia yang dimiliki serta kekuatan finansial, maka tidak mungkin akan membuat pelayanan kesehatan Indonesia akan kalah bersaing dengan negara-negara sesama ASEAN. Namun, demikian hal tersebut juga bisa diantisipasi jika pemerintah mampu membuat kebijakan yang dapat membendung pelayanan maupun tenaga kesehatan asing untuk tidak bisa dengan leluasa melakukan usahanya di Indonesia.