Resensi - Diversifikasi Usaha Budi Daya Semut Rangrang

id Semut rangrang

Resensi - Diversifikasi Usaha Budi Daya Semut Rangrang

Budi daya kroto sistem stoples (Ist)

Budi daya semut rangrang ini, bahkan makin dipandang serius sebagai diversifikasi usaha yang menjanjikan keuntungan, dikarenakan tidak sampai satu bulan, kroto sudah bisa dipanen dan siap diperjualbelikan untuk memenuhi permintaan pasar
Semut rangrang (Oecophylla smaragdina), yang merupakan serangga sosial dan hidup dalam suatu kelompok secara berkoloni, di sejumlah negara dikenal memiliki beragam nama.

Serangga ini di Malaysia dinamakan semut api atau `fire ant`, di kalangan peneliti barat, sering disebut sebagai `tree ant` dan `weaver ant`, sedangkan masyarakat Jawa biasa menyebut `angkrang`.

Pada buku `Budi Daya Kroto Sistem Stoples` yang ditulis Ade Yusdira, Endang Mukhlis serta Maloedin Sitanggang, dan diterbitkan PT Agromedia Pustaka ini, diulas secara mendalam mengenai keberadaan semut rangrang.

Semut ini memiliki berbagai manfaat, yang dapat dirasakan langsung oleh pelaku usaha di bidang pertanian. Seperti, semut rangrang dikenal sebagai unsur dalam rangkaian ekosistem yang memiliki peran dalam memangsa berbagai hama, yang dapat mengganggu tanaman pertanian.

Semut rangrang sering memangsa ulat bulu, serangga pemakan buah atau kepik hijau. Tanpa keberadaan semut rangrang, hama-hama itu akan meraja lela dan bisa mengakibatkan kondisi gagal panen bagi petani.

Peran semut rangrang lainnya adalah bisa menyuburkan tanah, karena mampu meningkatkan kadar karbon dalam tanah, dengan menambahkan zat hara dari kotoran dan sisa-sisa makanan, serta menjaga suhu dan kelembapan lingkungan pada kadar yang sesuai.

Pentingnya peran semut rangrang, membuat satwa ini semestinya tidak diusik keberadaannya. Tujuannya supaya siklus alam tidak terganggu, agar kejadian ketika pertumbuhan ulat bulu membeludak dan meresahkan masyarakat beberapa tahun lalu, tidak terulang lagi.

Sayangnya, seiring makin banyaknya penghobi kegiatan memancing dan pencinta burung, mau tak mau berdampak pengusikan kehidupan semut rangrang. Hal ini disebabkan, masyarakat banyak memburunya karena larva atau telur semut rangrang, disebut-sebut sebagai pakan berkualitas yang mampu meningkatkan kicauan pada burung-burung peliharaan. Selain itu, larva dan telur semut rangrang, yang lazim disebut kroto, amat ampuh sebagai umpan bagi pemancing, sehingga gampang mendapatkan ikan.

Akibat perburuan, semut rangrang menjadi terusik, keberadaannya menurun karena terus diburu dan berpotensi menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem, sehingga belakangan telah diupayakan budi daya semut rangrang untuk mengimbangi tingginya kebutuhan kroto di masyarakat.

Budi daya semut rangrang ini, bahkan makin dipandang serius sebagai diversifikasi usaha yang menjanjikan keuntungan, dikarenakan tidak sampai satu bulan, kroto sudah bisa dipanen dan siap diperjualbelikan untuk memenuhi permintaan pasar.

                            Pemburu Kroto

Selama ini, kebanyakan orang memburu kroto di alam bebas pada lingkungan sekitar tempat tinggalnya, bahkan hingga melampaui sampai luar daerah. Untuk mendapatkan 1 kg kroto, proses pencariannya memerlukan waktu berjam-jam, di mana harus lebih dulu `mengobrak-abrik` 25 - 50 sarang semut rangrang, dan harus dilakukan pada saat cuaca sedang normal. Sebaliknya, jika musim hujan tiba, pemburu kroto biasanya sangat kesulitan mendapatkan buruannya itu, sehingga berakibat tingginya harga larva dan telur semut rangrang.

Saat ini, harga kroto yang berlaku di sentra penjualan, khususnya di pasar burung, adalah antara Rp150 - Rp200 ribu per kilogramnya. Harga ini jarang anjlok, karena semakin berkembangnya komunitas pencinta burung, seperti pleci atau murai batu, yang jika hendak diikutkan kontes, maka makanan wajibnya adalah kroto agar tidak mogok berbunyi ketika sedang bertanding di lapangan. Kebutuhan pasar yang tinggi terhadap kroto, membuat pelaku usaha belakangan mulai tertarik untuk membudidayakannya.

Membudidayakan semut rangrang, membutuhkan sejumlah pengetahuan khusus. Pada buku ini, penulis sengaja menjelaskan proses budi daya secara rinci agar masyarakat yang tertarik untuk melakukan, tidak menemui kesulitan mempraktikkannya.

Sebagai langkah awal budi daya, lebih dulu perlu dipahami karakter semut rangrang ini. Satwa jenis serangga ini, menyukai habitat yang bersuhu relatif rendah, tidak terancam gangguan predator lain semacam semut hitam, suasana tidak berisik dan cenderung gelap. Secara khusus, persyaratan hidup semut rangrang adalah kelembapan 70 persen, intensitas cahaya 70 persen gelap, suhu optimal 27 - 30 derajat Celcius dan sirkulasi udaranya berjalan baik.

Setelah pengetahuan tentang karakter semut rangrang diketahui, selanjutnya yang perlu disiapkan sarana pendukung budi daya. Sarana ini mencakup bedeng, rak kayu dan media sarang semut rangrang. Bedeng dan rak kayu diperlukan sebagai tempat meletakkan media sarang semut.

Media sarang, dijelaskan Ade Yusdira, Endang Mukhlis dan Maloedin Sitanggang, yang paling efektif dan ekonomis adalah stoples plastik. Stoples ini gampang didapatkan dan harganya pun sangat terjangkau.

Keunggulan lain dari stoples adalah mudah dipindah-pindahkan karena ukurannya tidak besar serta tak mudah pecah, tahan lama, serta perkembangan kroto bisa mudah dipantau karena toples tembus pandang. Pada toples berkapasitas 1 liter, akan menghasilkan 50 gram telur semut rangrang.

                          Bibit Semut Rangrang

Mendapatkan bibit semut rangrang untuk budi daya, bisa diperoleh dengan beberapa cara. Pertama dengan mencari langsung berburu di alam. Perburuan bisa dilakukan di hutan, wilayah perkebunan atau lingkungan dekat rumah. Biasanya semut rangrang lebih suka membangun sarangnya di pohon mangga, jati, jeruk bali, rambutan dan jambu air. Namun di wilayah hutan atau perkebunan, semut rangrang cenderung membangun sarang di pohon tanjung, kopi, petai atau jeruk.

Cara lain mendapatkan bibit semut adalah membelinya pada penangkaran. Sejumlah penangkar belakangan ini tidak hanya menjual kroto, namun juga menjual sarang atau bibit, kepada masyarakat yang memiliki minat untuk mengembangkan budi daya semut rangrang. Keunggulan membeli bibit dari penangkaran adalah proses pemeliharaan dan perawatannya relatif mudah, karena semut sudah terbiasa hidup dan membuat sarang di stoples plastik. Harga per stoples sarang semut rangrang kurang lebih Rp40 ribu.

Kelancaran proses pemeliharaan semut rangrang, salah satunya ditunjang ketersediaan pakan bagi semut rangrang. Pakan semut yang sudah familiar adalah cacing tanah, cicak, belalang, ulat hongkong, jangkrik dan ulat bambu. Sebanyak 1/2 ons ulat hongkong dengan harga Rp2 ribu, mampu memenuhi kebutuhan pakan 15 stoples koloni semut selama tujuh hari. Jika asumsi pada satu stoples dihuni 1.000 ekor semut rangrang, maka ulat 1/2 ons tersebut dapat memenuhi kebutuhan pakan 15 ribu semut rangrang dalam tempo satu minggu.

Sementara itu, kebutuhan minum semut rangrang adalah jenis cairan yang memiliki kadar manis. Semut rangrang lebih suka mengonsumsi minuman yang mengandung 80 persen air gula dan 20 persen protein. Cairan manis yang diberikan kepada semut, bisa didapatkan dengan mencampur satu gelas air kira-kira 200 ml dengan 1,5 sendok makan gula pasir.

Tanpa kendala yang ditemukan, maka proses panen budi daya semut rangrang bisa dilakukan pada setiap 21 hari sekali. Jika pelaku usaha ingin mendapatkan panen kroto setiap hari, maka seyogyanya membudidayakan semut rangrang minimal 600 stoples dengan kapasitas 1 liter. Di mana, pelaku usaha dapat memanen 20 stoples secara bergantian dan mendapatkan paling tidak 1 kg kroto/hari, sehingga ada `income` kontinyu setiap hari. Apabila harga kroto Rp200 ribu/kg, maka setiap bulan pelaku usaha bisa mendapat pemasukan Rp6 juta.

Prospektifnya usaha budi daya semut rangrang untuk menghasilkan kroto, lebih ditegaskan oleh penulis buku dengan memberikan ilustrasi, jika memulai usaha dengan membeli 400 stoples plastik sarang, maka total investasi yang diperlukan adalah Rp19.052.000. Selain membeli sarang stoples plastik, nilai modal investasi diperlukan untuk membiayai pembuatan bedeng dan rak kayu, serta untuk pemembelian solder dan ember.

Sesuai asumsi penulis, total investasi Rp19.052.000 itu akan kembali, atau diistilahkan balik modal dalam waktu 2 bulan 10 hari. Lahan usaha budi daya semut rangrang ini patut dipertimbangkan, mengingat belakangan ini kegiatan kicaumania dan mancingmania makin marak, sehingga kebutuhan kroto ke depan akan terus meningkat.

*) Penulis buku dan artikel