Ma dorong NTB jadi Pionir Pengembangan MKM

id Mahkamah Agung

Ini salah satu alasan kami mengapa mendorong NTB sebagai pionir pengembangan model kelembagaan mediasi di luar pengadilan
Mataram,  (Antara) - Mahkamah Agung mendorong Provinsi Nusa Tenggara Barat menjadi pionir pengembangan model kelembagaan mediasi (MKM) di luar pengadilan.

Hakim Agung dan Ketua Harian Pokja Mediasi Mahkamah Agung (MA) Prof Takdir Rahmadi di Mataram, Selasa, mengatakan alasan MA mendorong daerah ini menjadi pionir pengembangan MKM di luar pengadilan, karena NTB dinilai telah lama melakukan pendekatan mediasi dalam menyelesaikan persoalan, baik yang berakar dari budaya tradisional (hukum adat dan agama) maupun sistem hukum formal (pengadilan).

"Ini salah satu alasan kami mengapa mendorong NTB sebagai pionir pengembangan model kelembagaan mediasi di luar pengadilan," katanya di sela-sela acara seminar model pengembangan kelembagaan dalam mendukung mediasi komunitas melalui peran pemerintah, pengadilan serta masyarakat sipil, perbandingan pengalaman Indonesia dan Australia.

Menurut dia, dalam hal pengembangan model kelembagaan mediasi di luar pengadilan biasanya akan berjalan sukses, jika didukung oleh peran serta para tokoh masyarakat, alim ulama, dan tokoh agama.

Sebab dalam hal penyelesaian perkara pengadilan, Mahkamah Agung hanya akan menyelesaikan perkara-perkara yang sudah didaftarkan.

Hal senada juga dikatakan Wakil Gubernur NTB H Muh Amin yang menilai keberadaan lembaga mediasi penyelesaian sengketa alternatif memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat di daerah ini, sebab masyarakat NTB adalah masyarakat yang bersifat komunal.

Jika dilihat ke belakang, sesungguhnya mediasi sebagai model penyelesaian sengketa alternatif telah hidup dan tumbuh dalam kehidupan keseharian masyarakat NTB sejak lama.

"Segala manfaat dari hal itu cukup relevan dengan salah satu kunci dalam visi pembangunan NTB, yakni beriman, berbudaya, berdaya saing dan sejahtera," ujarnya.

Orang nomor dua di NTB ini menambahkan, pemerintah daerah sepakat untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam membangun daerah yang dilandasi oleh nilai budaya dan kearifan lokal, sehingga hal inilah yang menjadi latar belakang MA untuk mendorong NTB menjadi pionir pengembangan model kelembagaan mediasi di luar pengadilan.

Sementara itu, salah satu staf Kedutaan Besar Australia Luke Arnold menambahkan, berbagai kasus atau sengketa yang bersifat pidana terkadang bisa diselesaikan dengan cara pendekatan mediasi, walau secara normatif pendekatan mediasi dalam penyelesaian sengketa diperuntukkan pada kasus perdata.

"Jadi hal-hal seperti sengketa kontrak, menurut pengalaman Australia, dicoba dulu diselesaikan lewat pendekatan mediasi. Namun jika tidak bisa lewat mediasi baru masuk perdata dan di sini banyak sekali perkara pidana sebenarnya bisa diselesaikan dulu lewat perdata atau mediasi," katanya.

Karena, menurutnya, seringkali persoalan yang dihadapi masyarakat larinya ke pidana dan merugikan semua pihak yang bersengketa. Kalau sudah masuk perkara pidana harus ditangani oleh polisi, bahkan terkadang orang harus masuk penjara dan biaya mahal.

"Kami melihat di NTB ini banyak sekali perkara waris, perkara pertanahan. Daripada menjadi tunggakan perkara di pengadilan, lebih baik melalui mediasi dan bisa didamaikan dengan catatan hasil mediasi itu didaftarkan oleh pengadilan. Karena jika dengan mediasi saja, nanti salah satu pihak ingkar janji, dan pihak lain tidak bisa apa-apa," ucapnya.

Ditambahkannya, proyek percontohan pengembangan kelembagaan mediasi di luar pengadilan di NTB, salah satunya diterapkan pada Pengadilan Agama Selong dan Pengadilan Negeri Mataram. Sedangkan, untuk di Jawa Barat masih menunggu keputusan MA.