Resensi buku - Pengabdian Empat Presiden Pilihan Rakyat

id Presiden Termiskin

Resensi buku - Pengabdian Empat Presiden Pilihan Rakyat

Buku `Perjuangan & Pengabdian Presiden Termiskin' (Ist)

Saya bangga menjadi pelayan kecil dan penyapu jalan untuk bangsa Iran
Mengabdi dengan sepenuh hati dan memberikan yang terbaik sebagai wujud kasih kepada rakyat, membuat empat presiden (Jose Mujica, Hugo Chavez, Mahmoud Ahmadinejad dan Nelson Mandela), benar-benar dicintai publik dan namanya tak henti bergaung hingga ke seluruh penjuru dunia.

Keteladanan tentang cerita kehidupan keempat presiden itu, dituangkan pada buku `Perjuangan & Pengabdian Presiden Termiskin`, yang ditulis Zaenuddin HM, seorang wartawan senior bidang politik. Buku setebal 262 halaman ini diterbitkan Kreasi Kata.

Latar belakang penulisan perjalanan hidup Mujica, Chavez, Ahmadinejad dan Mandela, menurut Zaenuddin dikarenakan masing-masing presiden itu memiliki karakter yang berlainan, akan tetapi perilaku, kinerja, gaya hidup dan pola kepemimpinannya amat selaras dengan hati nurani rakyatnya.

Jose Mujica adalah Presiden Uruguay periode 2010 - 2015, yang dikenal dengan julukan sebagai presiden termiskin di dunia. Kehidupan Mujica, sungguh jauh dari kemewahan layaknya seorang presiden. Lelaki kelahiran 20 Mei 1935 ini memilih tinggal di rumahnya yang tergolong amat biasa, ketimbang menempati istana kepresidenan. Di luar kesibukan sebagai presiden, Mujica bersama istrinya bergiat mengerjakan lahan pertanian di dekat rumahnya, dan bertanam sayuran serta bunga krisan untuk dijual.

Pilihan untuk hidup sederhana, terlihat dengan tindakannya sengaja menyumbangkan 90 persen gajinya sebagai presiden, untuk disumbangkan kepada rakyat miskin yang membutuhkan. Mujica hanya mengambil Rp7,7 juta dari gajinya sebagai biaya hidup bersama istrinya.

Keperpihakan Mujica kepada rakyat, juga diwujudkan dengan membangun desa-desa di Uruguay dan membuat perumahan untuk masyarakat yang kurang mampu. Langkah Mujica, membuat kemiskinan di Uruguay menurun hingga 12,4 persen pada tahun 2012 dan angka pengangguran turun sampai 6 persen. Sampai kini, Mujica tetap mempertahankan sikap idealis dan memilih mengabdikan hidup untuk rakyatnya.

"Banyak yang mengatakan saya orang tua gila dan eksentrik. Tapi, ini adalah masalah pilihan hidup," kata Jose Mujica (halaman 51).


                                                      Sukarno Venezuela

Hugo Chavez, sangat dikenal sebagai Presiden Venezuela dengan karakternya yang keras, tegas dan gaya pidatonya berapi-api. Karakter ini membuat masyarakat Indonesia menyebut Chavez sebagai Sukarno dari Venezuela.

Semasa kecil, Chavez bercita-cita menjadi pelukis dan pemain baseball. Kepindahannya ke Barinas, membuat cita-citanya berbelok hingga Chavez memutuskan bergabung di dunia militer dan kemudian aktif di bidang politik. Kepeduliannya pada rakyat miskin, membuat Chavez kemudian memutuskan maju sebagai calon presiden.

Ketika rakyat memilihnya sebagai Presiden Venezuela, Chavez langsung membuat gebrakan dengan mereformasi sistem keuangan negara, menangkal propaganda Amerika Serikat, diversifikasi ekonomi, nasionalisasi perusahaan-perusahaan Venezuela, pembentukan pembaruan kontrak minyak dan sejumlah program lainnya. Program ini membuat perekonomian berkembang dan terjadi penurunan angka kemiskinan secara signifikan di Venezuela. Ketika akhirnya meninggal karena penyakit kanker, segenap rakyat menangisi dan meratapi kepergian Chavez.

Presiden ketiga adalah Mahmoud Ahmadinejad, yang merupakan pemimpin besar Iran dan dikenal sebagai tokoh konservatif dengan pandangan hidup Islami. Semula, namanya adalah Sabaurijan yang berarti pelukis karpet. Nama itu diganti ayahnya menjadi Ahmadinejad dengan harapan ada perbaikan nasib di masa mendatang.

Karier politik Ahmadinejad dimulai ketika terpilih menjadi Wali Kota Teheran pada tahun 2003, dan membuat keputusan menghebohkan ketika menjadikan rumah dinasnya sebagai museum publik. Ahmadinejad dan keluarganya justru memilih tinggal di rumah pribadi yang tergolong sederhana, dan menghibahkan beberapa perabot rumah tangganya ke beberapa museum di Teheran. Kebijakannya yang prorakyat selama menjadi wali kota, membuatnya populer dan akhirnya terpilih menjadi presiden Iran yang keenam.

"Saya bangga menjadi pelayan kecil dan penyapu jalan untuk bangsa Iran," kata Ahmadinejad beberapa kali (halaman 106).

Beberapa kontribusi Ahmadinejad kepada rakyat Iran, antara lain, menaikkan upah perawat yang berjumlah tidak kurang dari 150 ribu orang yang biasanya mendapat gaji amat rendah dan menetapkan upah minimum yang lebih tinggi bagi kaum buruh agar bisa hidup lebih layak. Di bawah kepemimpinan Ahmadinejad, sektor ekonomi tumbuh dengan pesat. Produksi baja yang semula 9,7 juta ton menjadi 24 juta ton, semen yang biasa diproduksi 33 juta ton mengalami kenaikan menjadi 80 juta ton, serta produksi petrokimia yang semula 18,2 juta ton melonjak jadi 58 juta ton.

Sementara itu, presiden keempat yang ditulis Zaenuddin adalah Nelson Mandela, seorang pejuang anti-apartheid yang pernah mengalami masa-masa kelam penahanan selama 27 tahun. Sepanjang hidupnya, Nelson Mandela tidak hanya dikenal sebagai pejuang kemanusiaan di Afrika Selatan saja, namun namanya harum ke berbagai penjuru dunia, karena selalu melawan diskriminasi warna kulit.

Beragam ajaran yang melekat pada diri Nelson Mandela selaku Presiden Afrika Selatan adalah tentang keberanian untuk mengakui kesalahan, tidak membalas dendam dan bersedia memaafkan meskipun tidak melupakan. Jargon Nelson Mandela yang amat terkenal adalah `forgiven but not forgotten`.

Salah satu kekhasan dari penampilan Nelson Mandela adalah kegemarannya menggunakan baju batik. Nelson mengenal batik, berawal dari kunjungannya ke Indonesia pada tahun 1993 dan terkesan dengan baju batik pemberian Presiden Soeharto. Kesan mendalam terhadap batik, membuat Nelson Mandela menggunakannya pada setiap acara-acara baik di dalam negeri maupun jika melakukan lawatan kenegaraan di mancanegara.

Persamaan atau benang merah yang dapat dipetik dari keempat presiden itu adalah memiliki pola hidup yang sederhana, senantiasa berupaya untuk memperbaiki taraf hidup rakyat supaya terangkat dari kemiskinan dan mereka dikenal sebagai figur pemimpin yang berani bersikap.

Zaenuddin menyatakan, bagi rakyat Indonesia, presiden yang sungguh diperlukan untuk masa kini adalah sosok pemimpin yang sungguh-sungguh dapat memberantas korupsi, serta benar-benar berada di garda terdepan dan bahkan berani mempertaruhkan dirinya. Demi tegaknya hukum dan masa depan Indonesia yang bersih dari korupsi.

"Tirulah semangat, keberanian, dan ketegasan Perdana Menteri China, Zhu Rongji (1997 - 2002), yang dengan lantang menyerukan: Beri saya 100 peti mati, 99 akan saya kirim untuk para koruptor. Satu buat saya kalau saya melakukan korupsi," demikian tulis Zaenuddin, mengakhiri runtutan kata-kata dalam buku ini.

Pesan jelas yang ingin disampaikan penulis adalah gelora pengabdian, keberanian bersikap dan semangat untuk selalu dekat dengan rakyat ini semestinya menjadi idealisme seorang presiden di negara manapun, sekaligus seharusnya menjadi tempat berkaca bagi siapa saja untuk memilih seorang yang tepat sebagai pemimpin bangsa.

*) Penulis buku dan artikel