Pemkot Mataram Wacanakan Bentuk 321 "Kerame Adat"

id kerame adat

"Ke depan kita mewacanakan akan membentuk 321 `kerame adat` sesuai dengan jumlah lingkungan di Kota Mataram, sebagai upaya mendekatkan pelayanan dan pengawasan terhadap masyarakat"
Mataram, (Antara NTB)- Pemerintah Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, mewacanakan akan membentuk 321 lembaga "kerame adat" di derah itu sebagai upaya menghidupkan nilai-nilai adat dan budaya lokal yang hampir punah oleh arus globalisasi.

Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM) Kota Mataram H Saiful Mukmin di Mataram, Senin, mengatakan saat ini di Kota Mataram sudah memiliki sebanyak 56 lembaga "kerame adat" atau semacam majelis adat, terdiri atas 50 lembaga "kerame adat" kelurahan dan enam lembaga "kerame adat" kecamatan.

"Ke depan kita mewacanakan akan membentuk 321 `kerame adat` sesuai dengan jumlah lingkungan di Kota Mataram, sebagai upaya mendekatkan pelayanan dan pengawasan terhadap masyarakat," katanya.

Menurut dia, sebanyak 56 lembaga "kerame adat" yang ada saat ini telah menjalankan tugasnya untuk membuat "awig-awig" atau aturan adat sesuai dengan kondisi daerah masing-masing.

"Para tokoh agama, tokoh masyarakat, cendekiawan dan tokoh budaya yang ada dalam lembaga `kerame adat` membuat `awig-awig` sebagai hukum tertinggi di wilayah masing-masing," katanya.

Ia mengakui, nilai-nilai kearifan leluhur saat ini memang cenderung terlupakan, sehingga pemerintah kota mengeluarkan kebijakan membentuk "kerame adat" sangat relevan bahkan sudah mendapatkan dukungan hukum dari legislatif berupa pembentukan Peraturan Daerah (Perda) tentang Kerame Adat .

"Lembaga `kerame adat` merupakan upaya membentuk karakter akhlak yang baik bagi masyarakat kota, sekaligus penguatan adat dan nilai budaya masyarakat di bawah sejalan dengan moto Kota Mataram yang maju, religius dan berbudaya," ujarnya

Oleh karena itu, berbagai upaya pembinaan terhadap lembaga "kerame adat" di daerah ini terus ditingkatkan. Salah satu bentuk perhatian pemerintah kota adalah mengalokasikan anggaran sebesar Rp7,5 juta per tahuan bagi setiap lembaga "kerame adat" yang ada di kota ini.

"Anggaran itu diharapkan mampu memotivasi para tokoh agama, tokoh masyarakat, cendekiawan dan tokoh budaya dalam `kerame adat` untuk berinovasi dan kreasi memberikan pembinaan kepada warganya," ucapnya.

Dengan demikian, kendati Kota Mataram sebuah kota, namun warga kota mampu mempertahankan adat istiadat serta nilai-nilai budaya dalam bermasyarakat.

Di samping itu, katanya, lembaga "kerame adat" juga dapat menjadi fasilitator bagi masyarakat serta mampu menggerakkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan termasuk pengamanan dan penanganan persoalan di masyarakat. (*)