Terkait Hari Raya Idul Fitri, KPK Imbau Tolak Gratifikasi

id KPK Imbau

Jakarta (Antara NTB) - Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengimbau pegawai negeri dan penyelenggara negara untuk menolak gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya memiliki risiko sanksi pidana.
     Hal itu didasari Undang-undang No. 20 tahun 2001 jo. UU No 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.
     Namun, apabila dalam keadaan tertentu terpaksa menerima gratifikasi, maka wajib dilaporkan kepada KPK dalam 30 hari kerja sejak diterimanya gratifikasi tersebut. Hal ini disampaikan terkait perayaan Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1436 H.
     KPK juga berharap, para pegawai negeri dan penyelenggara negara bisa menjadi contoh yang baik bagi masyarakat dengan menghindari, baik permintaan maupun penerimaan gratifikasi dari rekanan atau pengusaha atau masyarakat yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban dan tugasnya.
     Pada penjelasan Pasal 12B UU No. 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi disebutkan bahwa gratifikasi meliputi pemberian uang, barang, rabat (potongan harga), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya kepada setiap pegawai negeri dan pejabat penyelenggara negara.
     Bila bingkisan tersebut berisi makanan yang mudah kadaluarsa dan dalam jumlah wajar, KPK menganjurkan agar dapat disalurkan ke panti asuhan, panti jompo, dan pihak-pihak lain yang lebih membutuhkan. Namun, hal itu harus disertai laporan kepada masing-masing instansi disertai penjelasan taksiran harga dan dokumentasi penyerahannya. Selanjutnya masing-masing instansi melaporkan seluruh rekapitulasi penerimaan tersebut kepada KPK.
     KPK juga mengimbau pegawai negeri dan penyelenggara negara untuk tidak meminta dana atau hadiah sebagai tunjangan hari raya (THR) atau dengan sebutan lain, baik secara langsung ataupun tertulis kepada masyarakat atau perusahaan. Sebab, tindakan tersebut merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang yang bisa menjurus pada tindak pidana korupsi yang dapat menimbulkan benturan kepentingan atau menurunkan kepercayaan masyarakat.
     Terkait dengan penggunaan mobil dinas untuk mudik, KPK mengimbau agar para pegawai negeri dan penyelenggara negara tidak menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi. Dengan begitu, KPK berharap para pegawai negeri dan penyelenggara negara bisa menjadi contoh yang baik.
     Imbauan ini ditujukan kepada Ketua Mahkamah Agung, Ketua Mahkamah Konstitusi, ketua/pemimpin lembaga tinggi negara, ketua/pemimpin Komisi Negara, Jaksa Agung RI, Kapolri, Panglima TNI, para menteri Kabinet Kerja, kepala lembaga pemerintahan nonkementerian, Gubernur, Bupati, Walikota, Direksi BUMN/BUMD, serta pemimpin perusahaan dan asosiasi/himpunan perusahaan di Indonesia.
     Dari sini, diharapkan, para pemimpin lembaga negara/institusi pemerintah dapat memberikan imbauan internal kepada pejabat dan pegawai di lingkungan kerjanya untuk menolak pemberian dalam bentuk apapun. Sementara bagi pemimpin perusahaan atau asosiasi perusahaan, diharapkan komitmennya untuk meningkatkan kesadaran dan ketaatan dengan tidak memberikan sesuatu atau mengintruksikan untuk memberikan gratifikasi, suap, atau uang pelicin dalam bentuk apapun.
     Agar fungsi unit pengendalian gratifikasi dan pengawasan internal dapat optimal, maka KPK juga mengimbau agar masing-masing instansi dapat melakukan pemantauan dan pendataan atas laporan gratifikasi yang disampaikan pejabat dan pegawai di lingkungan kerjanya. Laporan hasil kegiatan tersebut agar segera disampaikan kepada KPK dengan melampirkan rekapitulasi data penerimaan laporan gratifikasi paling lambat 30 hari kerja setelah penerimaan gratifikasi tersebut.
     Selain itu, KPK juga mengimbau pimpinan kementerian atau lembaga atau organisasi atau pemerintahan daerah dan BUMN atau BUMD untuk dapat menerbitkan surat terbuka atau iklan melalui media massa atau bentuk pemberitahuan publik lain yang ditujukan kepada para pemangku kepentingan agar tidak memberikan sesuatu apapun kepada para pejabat dan pegawai di lingkungan kerjanya.
     Bagi mereka yang terbukti menerima gratifikasi terancam pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dengan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar. (*)