KPH Rinjani Barat NTB Pertanyakan Kontribusi PDAM

id kph rinjani

KPH Rinjani Barat NTB Pertanyakan Kontribusi PDAM

ilustrasi (1)

"Selama ini apa kontribusi PDAM ke hutan, jangan asal sedot (air, red) saja,"
Mataram, (Antara NTB) - Kesatuan Pengelolaan Hutan Rinjani Barat, Nusa Tenggara Barat, mempertanyakan kontribusi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Giri Menang-Mataram atas pemanfaatan sumber mata air di wilayah pengelolaannya.

"Selama ini apa kontribusi PDAM ke hutan, jangan asal sedot (air, red) saja," kata Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Rinjani Barat melalui Koordinator Pembina Pengamanan Hutan (Korbin Pamhut) Agus Prayitno kepada wartawan di Mataram, Jumat.

Seperti yang diketahuinya, untuk di wilayah Lombok Barat, PDAM Giri Menang-Mataram sudah lama memanfaatkan dua titik mata air yang ada di Dusun Geripak, Kecamatan Gunung Sari, dan di Desa Sedau, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat.

Terkait hal itu, Agus memaparkan jumlah mata air yang ada di wilayah pengamanannya kini hanya tersedia 12 titik. "Tahun 2004, jumlahnya mencapai 158 titik mata air. Sekarang hanya tersisa 12 titik. Ini parah sekali," ujarnya.

Pernyataan itu dikatakannya berdasarkan data yang diperoleh selama Agus bertugas sebagai Polhut Dinas Kehutanan NTB. Pria yang bertanggungjawab dalam pembinaan dan pengamanan ini sangat geram melihat kondisi hutannya.

Kembali ke mata air yang dimanfaatkan PDAM, Agus menggambarkan kondisi hutan di sekitar lokasi Geripak. Debit air di wilayah tersebut sudah jauh menurun, karena hutan yang ada di kawasan itu banyak yang rusak akibat perambahan liar.

Seperti salah satu kasus perambahan yang pernah terjadi di sekitar kawasan pemanfaatan mata air PDAM. "Dengan entengnya, petugas PDAM yang berjaga di lokasi itu melapor ke mandor kami tentang perambahan di sana. Harusnya radius lima kilometer dari titik mata air, tidak boleh diganggu, dan itu sebenarnya menjadi tanggung jawab mereka," ucapnya.

Melihat kondisi itu, Agus tidak merasa aneh jika Kota Mataram mengalami krisis air bersih. "Hutannya botak, otomatis airnya berkuranglah. Seharusnya ini yang harus dipikirkan, bukan masalah salurannya," tegas Agus.

Apalagi, setelah dia mendengar kabar bahwa PDAM Giri Menang-Mataram kembali mengajukan untuk memanfaatkan salah satu mata air yang ada di Desa Pakuan, Kecamatan Narmada.

"Soal ini kami tidak setuju, apalagi kalau itu perusahaan mineral. Kondisi kebutuhan masyarakat akan air saja sudah tidak seimbang, apalagi kalau izinnya dikeluarkan, tambaha parah," katanya.

Menurutnya, pemanfaatan mata air yang digunakan oleh PDAM atau pun perusahaan air mineral, hanya merusak saja. Karena di atas mata air langsung dibangun sumur bor yang tembus sampai kedalaman ratusan meter dari permukaan tanah.

"Cara yang seperti ini bisa merusak bahkan menghilangkan mata air yang ada di sekitarnya," ucap Agus.

Lebih lanjut, ia menuturkan bahwa kebutuhan air untuk di wilayah Kota Mataram khususnya, tidak lain bersumber dari mata air yang ada di wilayah KPH Rinjani Barat.

Jika persoalan ini tidak ditanggapi pemerintah dengan serius, otomatis akan mengancam keberlangsungan dan kelestarian hutan yang menjadi sumber kehidupan masyarakat, khususnya di Kota Mataram. (*)