Produsen kue di Mataram keluhkan harga gula

id Gula Pasir

Produsen kue di Mataram keluhkan harga gula

Gula paling banyak diminati di pasar murah. (ANTARA News) (1)

"Gula ini bahan utama membuat kue kering, tetapi karena harganya naik kami terpaksa menaikkan harga kue per toples"
Mataram (Antara NTB) - Sejumlah produsen kue kering maupun kue basah di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, mengeluhkan harga gula pasir yang saat ini tembus hingga Rp17.000 per kilogram.

Tingginya harga gula pasir tersebut, membuat para produsen kue melakukan berbagai upaya dan kreasi agar kue yang diproduksi tetap menjadi pilihan masyarakat tanpa mengurangi kualitas.

Fitri salah seorang pengusaha kue kering di Kelurahan Dasan Agung, Kota Mataram, Rabu, mengatakan, harga gula pasir puasa ini sangat jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.

"Gula ini bahan utama membuat kue kering, tetapi karena harganya naik kami terpaksa menaikkan harga kue per toples," katanya.

Harga kue kering yang biasa dijual Rp50 ribu per toples, kini dijual Rp60 ribu per toples. Namun demikian, Fitri yang sudah menjadi pengusaha kue kering sejak 10 tahun lalu menjamin kualitas kuenya tidak berubah dari tahun ke tahun.

"Pelanggan-pelanggan saya yang sudah tahu rasa tidak keberatan jika harganya kita naikkan, sebab mereka juga tahu harga kebutuhan pokok naik," katanya.

Berbeda dengan Faraah dan Hj Zaenab produsen kue basah di Kelurahan Ampenan Tengah mensiasati kenaikan harga gula pasir ini dengan memperkecil ukuran kue yang dijual.

"Biasanya kalau satu loyang kue sarang semut atau zebra, kita potong 30, kini kita memotong menjadi 34," sebut Faraah.

Faraah yang sudah puluhan tahun membuat kue basah untuk berbuka puasa itu, mengaku kenaikan harga gula pasir dan telur ayam dirasakan saat membeli bahan baku kue.

"Dalam seminggu, dengan produksi yang sama saya biasa belanja Rp5 juta, tetapi sekarang menjadi Rp6 juta. Selisihnya sangat tinggi," katanya.

Namun demikian, dia tidak ingin menurunkan kualitas ataupun menaikkan harganya karena dikhawatirkan kue yang diproduksinya tidak habis terjual.

"Satu-satunya upaya yang bisa kita lakukan adalah memperkecil ukuran kue-kue ini," katanya.

Hal itu juga dilakukan oleh Hj Zaenab pedagang kue basah tradisional khas Sasak, seperti kue talam, kue srimuka, abuk, kacang ijo dan lainnya.

"Kami berharap pemerintah bisa membantu kami mengatasi harga gula pasir ini," kata Zaenab yang sudah membuka usaha kue basah sejak tahun 1980. (*)