BPS: Biaya Pendidikan Berkontribusi Memiskinkan Penduduk NTB

id Kemiskinan NTB

BPS: Biaya Pendidikan Berkontribusi Memiskinkan Penduduk NTB

Ilustrasi - Potret siswa sekolah dasar di pelosok desa NTB yang belajar dengan fasilitas seadanya. (Foto ANTARA News)

"Anak-anak yang masuk pondok pesantren bayar pondokan juga. Itu termasuk dalam komponen biaya pendidikan"
Mataram (Antara NTB) - Kepala Badan Pusat Statistik Nusa Tenggara Barat Endang Tri Wahyuningsih mengatakan berbagai komponen biaya pendidikan yang harus dikeluarkan ikut berkontribusi memiskinkan penduduk di provinsi itu.

"Pengeluaran biaya pendidikan itu antara lain sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) setiap bulan, membeli buku tulis, pelajaran dan alat tulis," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) NTB Hj Endang Tri Wahyuningsih, di Mataram, Senin.

Menurut dia, komponen biaya pendidikan lainnya yang harus dikeluarkan adalah sewa pondokan atau kamar kos. Pengeluaran ini dikeluarkan oleh kelompok masyarakat di perdesaan.

"Anak-anak yang masuk pondok pesantren bayar pondokan juga. Itu termasuk dalam komponen biaya pendidikan," ujarnya.

Endang menyebutkan, biaya pendidikan merupakan salah satu dari komoditi non-makananan yang berkontribusi terhadap kemiskinan. Selain, perumahan, bensin dan listrik.

Persentase kontribusi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh penduduk NTB yang tinggal di perkotaan pada Maret 2017, sebesar 2,79 persen. Angka tersebut lebih besar dibandingkan di perdesaan sebesar 1,60 persen.

Selain mengeluarkan biaya pendidikan, lanjut dia, penduduk NTB juga harus dihadapkan pada biaya membeli produk makanan sehari-hari.

Produk makanan yang berkontribusi terhadap kemiskinan di NTB, adalah beras. Disusul rokok kretek filter, cabai rawit, telur ayam ras, bawang merah dan mi instan.

"Kalau inflasi dari harga komoditas pangan tidak bisa dikendalikan, bisa jadi angka kemiskinan di NTB pada Maret 2017 bertambah," katanya.

Secara absolut, kata Endang, jumlah penduduk miskin di NTB pada Maret 2017 sebanyak 793.780 orang. Jumlah tersebut berkurang 10.670 orang atau 0,41 persen dibandingkan Maret 2016 sebanyak 804.400 orang.

"Persentase penurunan angka kemiskinan belum mencapai target Pemprov NTB sebesar 2 persen per tahun," katanya.

Sementara itu, Ketua Komisi V DPRD NTB Hj Wartiah, yang dihubungi secara terpisah mengaku prihatin dengan data kemiskinan di daerahnya yang disebabkan oleh adanya biaya-biaya pendidikan.

"Data yang dirilis BPS NTB tersebut tentu menjadi keprihatinan. Sebab, kita tahu pemerintah sudah mengalokasikan dana bantuan operasional sekolah, beasiswa dan biaya pendidikan lainnya," ucap politisi dari PPP ini.

Oleh sebab itu, kata Wartiah, legislatif dan eksekutif perlu duduk bersama membahas persoalan tersebut, sehingga kondisi serupa tidak terulang kembali. Terlebih Pemprov NTB menargetkan penurunan angka kemiskinan sebesar 12 persen hingga 2018.

Inak Jember, salah seorang warga Kota Mataram, mengaku harus mengeluarkan biaya jutaan rupiah agar cucu perempuannya bisa masuk SMP di yayasan yang tidak jauh dari rumahnya.

Biaya pendaftaran sebenarnya yang harus dikeluarkan mencapai Rp4 juta, namun karena pengurus yayasan mengetahui kalau cucunya sudah tidak memiliki bapak, akhirnya mendapatkan keringanan.

"Biaya pemondokan dan makan sehari-hari juga harus saya keluarkan Rp100 ribu per bulan. Itu pun sudah dikasi keringanan. Yang penting cucu saya bisa tinggal di pesantren untuk menimba ilmu," ucap perempuan janda yang sehari-hari berjualan bakulan ini. (*)