Kemiskinan di Perkotaan NTB Bertambah

id Kemiskinan NTB

Kemiskinan di Perkotaan NTB Bertambah

Ilustrasi - Puluhan warga lanjut usia di Mataram, mengantre untuk mendapatkan bantuan paket bahan pokok. (Foto ANTARANews)

"Adanya kebijakan pencabutan subsidi listrik untuk konsumen dengan daya 900 volt ampere juga berkontribusi terhadap garis kemiskinan"
Mataram (Antara NTB) - Badan Pusat Statistik Nusa Tenggara Barat merilis jumlah penduduk miskin di wilayah perkotaan provinsi itu mencapai 387.040 orang atau bertambah 1.820 orang pada Maret 2017.

"Tapi secara persentase turun dari 18,20 persen pada Maret 2016 menjadi 17,53 persen pada Maret 2017 karena jumlah penduduk bertambah," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) NTB Hj Endang Tri Wahyuningsih, di Mataram, Senin.

Sementara, kata dia, jumlah penduduk miskin di perdesaan dari 406.730 orang berkurang 12.500 orang dibanding Maret 2016 sebanyak 419.230 orang. Namun, secara persentase naik 15,17 persen.

Secara keseluruhan, jumlah penduduk miskin di perkotaan dan perdesaan NTB pada Maret 2017 sebanyak 793.780 orang. Jumlah tersebut berkurang 10.670 orang atau 0,41 persen dibandingkan Maret 2016 sebanyak 804.400 orang.

Menurut Endang, peranan komoditas makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan bukan makanan, baik di perkotaan maupun perdesaan.

"Pada Maret 2017, sumbangan garis kemiskinan makanan terhadap garis kemiskinan sebesar 72,92 persen untuk perkotaan, sedangkan perdesaan 75,83 persen," katanya menyebutkan.

Ia menyebutkan komoditas makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai garis kemiskinan untuk perkotaan dan perdesaan adalah beras, rokok kretek filter, cabai rawit, telur ayam ras, mi instan, dan bawang merah.

Sumbangan beras yang paling tinggi dalam garis kemiskinan, salah satunya disebabkan karena adanya keterlambatan penyaluran beras untuk keluarga sejahtera (rastra) untuk jatah Januari hingga Maret 2017.

Akibatnya, penduduk yang berada di garis kemiskinan harus mengeluarkan biaya relatif mahal untuk membeli beras.

Endang menambahkan, sementara komoditas bukan makanan yang berkontribusi terhadap garis kemiskinan adalah perumahan, biaya pendidikan, bahan bakar minyak dan kenaikan tarif listrik.

"Adanya kebijakan pencabutan subsidi listrik untuk konsumen dengan daya 900 volt ampere juga berkontribusi terhadap garis kemiskinan," ucapnya.

Endang berharap kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan program pengentasan kemiskinan secara terintegrasi dan konsisten agar target penurunan angka kemiskinan sebesar dua persen setiap tahun tercapai. (*)