Jaksa Gandeng Kementerian LHK Sidik Kasus Hutan Sekaroh

id hutan sekaroh

Jaksa Gandeng Kementerian LHK Sidik Kasus Hutan Sekaroh

Menteri LHK Siti Nurbaya (tengah) didampingi Sekjen Hadi Daryanto (kanan) menerima Koordinator bidang Hukum dan Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho (kiri) ketika Audensi koalisi anti mafia hutan dengan Kementerian LHK di Jakarta

"Permintaannya sudah kita layangkan, tinggal menunggu kesiapannya saja,"
Mataram, (Antara NTB) - Tim penyidik Kejaksaan Negeri Selong, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, menggandeng Badan Litbang dan Inovasi Kementerian LHK untuk membantu penyidikan kasus dugaan penyalahgunaan dalam pemanfaaan kawasan hutan Sekaroh.

Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Selong Iwan Gustiawan, Kamis, menjelaskan kerja sama dengan Badan Litbang dan Inovasi Kementerian LHK bertujuan untuk melihat potensi kerugian negara dalam kasus tersebut.

"Permintaannya sudah kita layangkan, tinggal menunggu kesiapannya saja," kata Iwan kepada wartawan di Mataram.

Potensi kerugian negara dalam kasus ini tentunya akan dilihat dari luas kawasan hutan Sekaroh yang dimanfaatkan tersangka, dalam hal ini perusahaan asing asal Italia, berinisial APC.

Karena berdasarkan hasil penyelidikan lapangan, perusahaan tersebut tidak mengantongi surat izin dari pihak pemerintah sejak membuka kegiatan usahanya di tahun 2005 silam.

Menurut informasi, luas kawasan hutan yang dimanfaatkan oleh perusahaan budi daya mutiara tersebut mencapai tiga hektare.

Bagaimana bisa perusahaan asing ini sampai bertahun-tahun berani mengelola usahanya di dalam kawasan hutan tanpa dibekali surat izin yang sah dari pihak pemerintah.

Hal itu pula yang menyebabkan seorang pejabat berinisial AP ditetapkan sebagai tersangka.

AP yang pernah menjabat sebagai Kadishut NTB ini diduga terlibat membantu perusahaan APC untuk membuka peluang usahanya di dalam kawasan hutan Sekaroh, saat masih menjabat sebagai Kepala Bidang Planologi Dishut NTB di tahun 2005.

Pejabat yang kini masih aktif duduk di lingkup Pemerintah Provinsi NTB itu diduga telah menerima "uang jajan" dari perusahaan APC yang nilainya mencapai ratusan juta rupiah.

Karena itu, perusahaan asing tersebut dengan leluasa mendirikan usaha budi daya mutiara di dalam kawasan hutan Sekaroh sejak tahun 2005.

Lebih lanjut, Iwan mengatakan bahwa dalam penanganan kasus ini pihaknya akan kembali memanggil para saksi yang sebagian besar merupakan pejabat yang pernah duduk di Dinas Kehutanan NTB.

"Sebelumnya untuk tersangka pertama (AP), saksi-saksi sudah kita periksa, termasuk mantan kadis. Tapi karena muncul tersangka baru (perusahaan APC), maka semuanya akan kita panggil lagi," ujarnya.

Melihat rangkaian penyidikan kasus ini, Iwan menegaskan bahwa tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka baru.

Kemungkinan dari kalangan pejabat yang pernah duduk di Dinas Kehutanan NTB atau pun pihak lainnya yang turut terlibat dalam kegiatan usaha perusahaan asal Italia tersebut.

"Kita lihat saja nanti, kalau pun ada muncul dugaan keterlibatan pihak lain, tidak menutup kemungkinan ada tersangka baru," katanya.(*)