Fraksi Nilai Pimpinan DPRD NTB Otoriter

id DPRD PIMPINAN OTORITER

Ini pimpinan sudah mengajak `perang` dengan anggota, kalau cara-cara yang mereka lakukan seperti ini
Mataram (Antara NTB) - Sejumlah fraksi di DPRD Nusa Tenggara Barat memprotes sikap pimpinan DPRD yang dinilai otoriter karena secara sepihak menandatangani Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) tanpa ada pembahasan dan persetujuan fraksi-fraksi.

"Pimpinan DPRD ini tidak rasional. Kok belum ada pembahasan dan persetujuan anggota, mereka sudah tanda tangan," kata Ketua Fraksi PKS DPRD NTB Johan Rosihan di Mataram, Kamis.

Menurut dia, sebelum ada penandatanganan KUA-PPAS, seyogyanya pimpinan DPRD mendengarkan pendapat seluruh anggota, terutama terkait poin-poin draf KUA-PPAS. Setelah itu ada kesepakatan dilakukan, barulah pimpinan bersama eksekutif dan anggota menandatangani.

"Nah ini aneh, di undangan hadir untuk ikut pembahasan, tetapi begitu kami datang, KUA-PPAS sudah ditandatangani. lni apa kalau begini caranya," katanya.

Johan menduga, dipercepatnya penandatanganan KUA-PPAS, karena pimpinan DPRD khawatir sejumlah fraksi mempertanyakan hasil penjualan 6 persen saham PT Daerah Maju Bersaing (PT DMB) kepada PT Amman Mineral Nusa Tenggara (PT AMNT) yang hingga kini belum juga ada kejelasan terkait pembayaran.

"Patut kita pertanyakan KUA-PPAS ini, apa maksudnya buru-buru sudah ditandatangani tanpa kehadiran anggota," ujarnya.

Karena itu, Johan menganggap, apa yang dilakukan pimpinan DPRD telah melanggar, tidak menghargai dan cenderung ingin berkonfrontasi dengan para anggota.

"Ini pimpinan sudah mengajak `perang` dengan anggota, kalau cara-cara yang mereka lakukan seperti ini," tegasnya.

Senada dengan Johan, Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD NTB Ruslan Turmuzi juga menilai apa yang dilakukan pimpinan DPRD sangat bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan tata tertib yang berlaku di legislatif.

"Mestinya kita menunggu kuorum dulu dalam memulai rapat, apalagi ini membahas KUA-PPAS. Tetapi apa yang terjadi dan ditunjukkan pimpinan adalah tindakan kesewenangan," ucapnya.

Ruslan menegaskan, saat rapat yang hadir hanya segelintir orang, di antaranya ketua DPRD, wakil ketua satu orang dan beberapa anggota serta satu ketua fraksi.

Politisi dari dapil Kabupaten Lombok Tengah ini pun menduga sikap terburu-buru pimpinan DPRD NTB menandatangani erat kaitannya dengan belum jelasnya pembayaran penjualan 6 persen saham PT DMB ke PT AMNT.

"Ada pendapatan yang tidak kita miliki sampai saat ini, salah satunya hasil penjualan 6 persen saham PT DMB. Itu masih masih piutang. Yang kita baru terima adalah dividen, lalu penjelasan soal penjualan saham itu mana," tegasnya.

Untuk itu, kata Ruslan, dalam pembahasan ditingkatan selanjutnya, pihaknya akan meminta agar KUA-PPAS tersebut dikaji ulang, sehingga menemukan formulasi yang baik.

"Semua itu butuh persetujuan anggota, bukan hanya pimpinan," katanya. (*)